ERDIKHA MORNING IDEA 23 NOVEMBER 2021
View PDF
23 Nov 2021

Inflasi Di US masih Tinggi, Ada Tendensi The Fed lebih Hawkish, Gimana IHSG?

Indeks pada perdagangan kemarin ditutup kembali menguat pada level 6723 bergerak menguat terkonsolidasi berhasil kembali menembus level all time high indeks. Ditransaksikan dengan volume yang cukup ramai jika dibandingkan dengan rata-rata volume 5 hari perdagangan. Terjadi false breakout pada resistant upper band indikator bollinger band. Indeks ditopang oleh Healthcare (1.347%), Consumer Non-Cyclical (0.835%), Basic Materials (0.333%), Financials (0.328%), Industrials (0.222%), dan di sedikit dibebani oleh Energy (-0.139%), Consumer Cyclicals (-0.514%), Transportation & Logistic (-0.598%), Technology (-0.73%), Properties & Real Estate (-0.83%), Infrastructures (-1.16%) yang mengalami pelemahan walaupun belum signifikan. Indeks pada hari ini diperkirakan akan bergerak konsolidasi pada range level support 6700 dan level resistant 6750. Tidak kompaknya Wall Street yang tercermin dari pergerakan indeks yang variatif bisa menjadi katalis negatif untuk bursa saham Asia, termasuk Indonesia tentunya. Namun selain perlu mencermati kinerja Bursa Saham New York, investor juga patut untuk mencermati berbagai sentimen lainnya. Sentimen Pertama dari eksternal yang masih patut diperhatikan adalah perkembangan Covid-19 di Eropa. Peningkatan signifikan kasus harian infeksi Covid-19 di Benua Biru yang dibarengi dengan lockdown nasional di Austria membuat harga minyak mentah ambrol. Baik kontrak minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI), keduanya ambrol dan turun ke bawah level psikologis US$ 80/barel. Harga minyak mentah memang bangkit. Namun tekanan akibat kenaikan kasus Covid-19 masih membayangi. Hal ini terlihat dari harga minyak yang masih di bawah US$ 80/barel. Perlu diketahui, minyak mentah merupakan input utama bagi perekonomian dan masuk ke dalam kategori aset berisiko. Pergerakan harga minyak cenderung berkorelasi positif dengan harga aset berisiko lain seperti saham. Penguatan harga minyak mentah dunia membuka ruang harga saham untuk menguat. Namun di sisi lain harga minyak mentah yang terus naik bisa membuat inflasi semakin tinggi dan tak terkendali yang berujung menjadi risiko untuk aset-aset keuangan lain. Ini yang patut diwaspadai investor untuk jangka menengah. Sentimen kedua Dari dalam negeri, rilis data makroekonomi berupa jumlah uang beredar (M2) dan aksi korporasi bakal mewarnai perdagangan. Selama ini, likuiditas di perekonomian cenderung berlimpah. Namun tekanan inflasi masih rendah sehingga turut menjadi sentimen positif untuk aset keuangan dalam negeri. Berlanjutnya tren pasokan uang beredar yang tumbuh positif bisa menjadi katalis positif lain jika inflasi belum benar-benar pulih. Sentimen ketiga berasal dari rilis Lonjakan harga yang terjadi di AS yang tercermin dari kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS hingga 6,2% year on year (yoy) bulan lalu memantik kecemasan para pelaku pasar. Inflasi sudah berada jauh dari target sasaran bank sentral di 2%. Pasar kini mulai mengantisipasi bahwa The Fed bisa saja lebih agresif dari yang diperkirakan dengan menaikkan suku bunga acuan (Federal Fund Rates/FFR) hingga 3x tahun depan guna menjinakkan setan inflasi yang terus menghantui perekonomian. Inflasi yang tinggi adalah momok bagi seluruh pelaku ekonomi. Bagi pengambil kebijakan inflasi yang tinggi bakal membuat output perekonomian menjadi maksimal. Bagi konsumen, inflasi yang tinggi berarti melemahnya daya beli. Sementara bagi investor dan pelaku usaha, tingginya inflasi akan menggerus marjin laba.





PT. Erdikha Elit Sekuritas | Member of Indonesia Stock Exchange
Gedung Sucaco lt.3 Jalan Kebon Sirih kav.71

Jakarta Pusat 10340, Indonesia

Website : www.erdikha.com